Kemarin Hari Jum’at lalu kami berkunjung ke salah satu pondok di Kabupaten Garut, kunjungan pertama kali selama masa pandemik covid-19 berlangsung. Seolah tak ada kehidupan apapun semua santri di-rumah-kan yang terlihat hanya sebagian petugas keamanan dan ustad/ustadzah yang memang tinggal dilingkungan pondok. Sampai saat ini sudah hampir 5 (lima) bulan aktivitas pondok di-rumah-kan belum ada tanda-tanda aktivitas belajar mengajar di mulai kembali, tentu sebagai orang tua kita berharap semuanya bisa kembali normal, tapi entah kapan “wallahu’alam” hanya Allah yang tahu.
Angkatan Korona begitu anak-anak kita menyebut bagi lulusan akhir MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA karena memang semua agenda pendidikan tahun ajaran 2020 ini total berubah karena korona. Belajar di rumah, ujian semester dirumah, pembagian raport; kenaikan kelas juga dilakukan di rumah, bahkan sebagian anak tak menyangka ujug-ujug lulus dan harus mempersiapkan diri masuk ke lembaga pendidikan lanjutan. Ada yang bingung atau pura-pura bingung tapi ada juga yang bergembira menikmati suasana yang tak pernah dirasakan sebelum-sebelumnya. Semuanya memang jadi berubah….
Angkatan Korona, tidak hanya dirasakan oleh anak-anak kita saja, semua orang tidak hanya kita di sumedang tapi semua orang di Indonesia bahkan mungkin seluruh dunia merasakannya. Semua memang harus berubah, disadari atau tidak ternyata semua perubahan itu tentu atas dasar skenario Allah SWT.
Itulah salah satu pengorbanan kita di masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) kemaring lalu, Saat ini kita sudah berubah, Jawa Barat juga Sumedang mengambil jalan AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) sebuah jalan yang menghendaki semua warga belajar melanjutkan kebiasaan di masa PSBB dengan berbagai kelonggaran, kantor-kantor sudah mulai dibuka, Mal atau Mall (mol) juga perlahan telah buka, rumah makan dan tempat wisata outdoor juga mulai ramai dikunjungi banyak orang untuk berwisata, semunya mengklaim telah menerapkan protokol kesehatan, hanya pendidikan setidaknya di Sumedang yang sampai saat ini belum melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas secara tatap muka. Pondok Pesantren di Sumedang sebagian telah menerima kembali santrinya untuk mondok, entah berapa jumlah persisnya belum ada data resmi di keluarkan oleh pemerintah, yang jelas kita berharap semuanya telah memenuhi standar protokol kesehatan, kasus seperti di Secapa AD mudah-mudahan tidak terjadi di pondok pesantren, na’udzubillah.
Perubahan Prilaku
Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang khas Jawa Barat ini menuntut perubahan prilaku bagi seluruh warganya selama masa Pandemik Covid-19 dan atau sebelum ada obat/vaksin. Kebiasaan sehari-hari wajib diubah dan protokol kesehatan diterapkan secara disiplin. Kunci dalam Adaptasi Kebiasaan Baru adalah Disiplin dan Kewaspadaan individu sehingga hidup aman, sehat dan tetap produktif.
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku, atau dengan kata lain disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
Al-Qur’an menyebut disiplin dalam arti ketaatan salah satunya bisa dilihat dalam Firman Allah Surat An-Nisa Ayat 59.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha, pantang mundur dalam memperjuangkan kebenaran dan rela berkorban serta jauh dari sifat putus asa.
Dalam konteks pencegahan dan penanggulangan pendemik covid-19, Umat Islam harus ber-disiplin dalam menjaga norma-norma dan nilai-nilai yang telah disepakati tumbuh berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Rasulullah SAW sendiri telah memberikan isyarat hidup bermasyarakat dengan sabdanya “Al-Mu’minu Lilmu’mini Kalbunyaani Yasyuddu Ba’duhu Ba’dho” orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan sebagian menguatkan sebagian yang lain (HR. Muttafaq’alaih)
Perubahan prilaku yang di tuntut dalam Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) seperti disiplin memakai masker, disiplin menjaga jarak, disiplin hidup sehat dan bersih tidak lah mungkin bisa dilaksanakan bila kita tidak seperti bangunan yang satu saling menguatkan yang lain.
Analog Rasulullah SAW dalam hadits diatas mengharuskan setiap diri kita saling menolong, saling membantu, saling mengingatkan, saling menasehati, saling menjaga dan saling bekerjasama seperti filosopi memakai masker yang di kampanyekan hari-hari ini “maskermu melindungiku dan maskerku melindungimu”.
Menuju Tawakal Sesungguhnya
Sejak pandemic copid-19 melanda, mungkin diantara kita pernah mengalami penolakan kehadiran kita oleh sebuah kelompok masyarakat di suatu tempat atau suatu masjid, penolakan kehadiran kita sering kita temukan dalam bentuk spanduk atau sebaran yang berbunyi “maaf hanya untuk masyarakat/kalangan sendiri” atau Shalat Jum’at hanya untuk warga RT 000/RW 000 atau semacamnya dari mulai ungkapan yang sopan sampai ungkapan yang lebih kasar.
Penomena ini menjadi penomena biasa di masa PSBB kemarin, bahkan bila kita akan berkunjung ke suatu tempat kita juga sering minta izin akan boleh tidaknya kehadiran kita bila tuan rumah menolak, maka kita pun tidak jadi berangkat, tak ada yang tersinggung tapi semuanya menjadi maklum dan sedikit demi sedikit menjadi biasa.
Atau mungkin kita juga mengalami ketika kita bertamu kemudian tuan rumah tidak lantas mengizinkan kita masuk tapi terlebih dahulu mempersilahkan kita untuk cuci tangan, kemudian disemprot disinfektan, apa yang terjadi kemudian akhirnya kita menjadi tertawa bersama-sama sambil saling meminta maaf, tak ada yang marah ternyata kita tetap bertetangga, bersahabat dan bersaudara.
Puncaknya ketika kita harus merayakan idulfitri dalam suasana berbeda dengan suasana idulfitri sebelumnya, tak ada mudik, tak ada salam-salaman, bahkan di sebagian besar wilayah tidak ada Shalat Idul Fitri, momentum tahunan yang paling ditunggu oleh seluruh kaum muslimin, akhirnya kita bisa menjalani dengan penerimaan yang luar biasa, tentu ada yang kecewa tapi akhirnya tetap menerima dengan lapang dada.
Dalam catatan penulis, Hari Jum’at tanggal 26 Juni 2020 hampir sebulan yang lalu merupakan hari terakhir penyelenggaraan Pembatan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jawa Barat kecuali daerah Bodebek (Bogor, Depok dan Bekasi) yang masih harus menyesuaikan dengan kebijakan DKI Jakarta. Masyarakat warga Sumedang sendiri telah lebih dulu memasuki tahap Adaptasi Kebiasaan Baru, yakni pada Hari Kamis, 2 Juni 2020 yang lalu.
Ada Lima Tahapan dalam AKB Jawa Barat yang sedang dijalani saat ini yakni Adaptasi di Tempat Ibadah, Adaptasi di Sektor Ekonomi Industri, perkantoran dan pertanian, Adaptasi untuk mal dan retail atau pertokoan, Adaptasi pemulihan sektor pariwitasa dan terakhir adaptasi sektor pendidikan termasuk di dalamnya adalah pondok pesantren.
Dalam semua tahapan AKB pemerintah mewajibkan pada setiap orang untuk patuh pada protokol kesehatan yang telah diajarkan di masa PSBB, seperti Adaptasi di tempat Ibadah khususnya masjid maka setiap orang harus mengenakan masker, pengecekan suhu tubuh, tetap jaga jarak, rajin mencuci tangan serta membawa perlengkapan shalat “sajadah” sendiri, dan lebih dianjurkan berwudhu dari rumah.
Memasuki tahapan AKB sesungguhnya memasuki masa lanjutan perjuangan dan pengorbanan PSBB, tarbiyah di masa PSBB harus tetap dilanjutkan dengan berbagai penyesuaian, masa AKB adalah masa pembiasaan baru, hidup dengan cara baru tidak sama dengan cara hidup sebelum ada pandemik covid-19. AKB bukan masa kebebasan kembali pada kehidupan sebelum adanya pandemik covid-19 tetapi melanjutkan hidup dengan cara baru yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya.
Apa yang terjadi di masyarkat ternyata harapannya berbeda dengan kenyataan, kita semua akhirnya terjebak dengan perilaku kita, semua menjadi seolah-olah telah “normal” kebanyakan orang abai dengan tarbiyah di masa PSBB, abai tidak memakai masker kita temukan dimana-mana termasuk di tempat ibadah.
Untuk kepentingan pendisiplinan setiap warga akhirnya Pemerintah Jawa Barat begitupula Pemerintah Kabupaten Sumedang saat ini sedang mematangkan regulasi terkait wajib pakai masker bagi masyarakat yang beraktivitas di ruang publik, menurut informasi terakhir aturan ini akan segera di terapkan pada Hari Senin, 27 Juli 2020 beberapa hari menjelang pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1441 H/2020 M.
Setelah aturan pemakaian masker mungkin akan ada aturan-aturan lain yang lebih keras dan tegas bila masyarakat terus abai tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan. Tidak mengada-ada tentu aturan ini dibuat dengan dorongan keselamatan dan kesehatan bersama.
Tidak mengada-ada bukan rekayasa; Pandemic Copid-19 ini sungguh ada, virus ini sedang menyerang kita. Perilaku abai tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan sering kali dipicu oleh pemikiran sebagian masyarkat kita yang tak percaya “denial” belum menerima bahwa virus ini memang benar-benar ada di sekitar kita.
Denial atau penyangkalan biasanya muncul sebagai konsekuensi dari pertahanan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang menyedihkan, artinya kita sedang berusaha melindungi diri dengan menolak kenyataan. Dalam masa denial ini sesungguhnya kita tidak menerima kebenaran mengenai sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Pada masa denial ini kita akan sulit menerima situasi yang buruk, menghindari fakta dari sebuah masalah dan pada akhirnya kita akan melarikan diri dari masalah, yang paling berbahaya di fase denial ini kita akan merasa baik-baik saja untuk sesuatu yang tidak baik.
Merasa baik-baik saja untuk sesuatu yang tidak baik inilah yang sedang melanda kita warga Jawa Barat wabil khusus warga Sumedang di era Adaptasi Kebiasaan Baru yang sedang kita jalani saat ini, masa-masa yang sesungguhnya sangat berbahaya karena kita semua bisa menjadi abai tidak disiplin dan tidak waspada terhadap kesehatan kita semua.
Ungkapan “urang pasrahkeun weh ka pangeran” dengan tidak menerapkan protokol kesehatan sering kita dengar dari berbagai kalangan di masyarakat kita, para pedagang juga sering mengungkapkan “daripada maot ku kalaparan, mending maot ku korona” sambil tetap beraktifitas tanpa menerapkan protokol kesehatan, atau ungkapan urang “menta tulung weh kanu gaduhna, insya allah moal naon-naon”. Ungkapan-ungkapan seperti ini akan terus kita temukan bila kita masyarakat belum masuk pada masa penerimaan bahwa virus ini memang benar-benar ada dan sedang menyerang kita.
Dalam kajian psikologi untuk bisa memasuki fase penerimaan (Acceptance) kita akan melewati fase kemarahan dilanjutkan fase bargaining kemudian memasuki fase depresi terlebih dahulu sebelum akhirnya kita akan masuk fase menerima. Memang tidak mudah bagi kita untuk menerima sebuah kenyataan buruk yang menimpa diri kita tapi pada akhirnya insya allah akan sampai juga bila kita menemukan momentum kita bisa terhindar atau melewati sesuatu yang lebih buruk menimpa diri kita.
Sejak kasus pertama diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Hari Senin, 2 Maret 2020 sampai saat ini setidaknya sampai tulisan ini disusun pada Hari Ahad, 19 Juli 2020 kurang lebih sudah 5 bulan kita belajar menerima apa sesungguhnya yang terjadi pada kita, berbagai informasi juga sudah kita dapatkan, bagaimana cara kita bisa bertahan hidup mudah-mudahan sebagian besar juga suda kita pahami. Tinggal sekarang kita harus berusaha menerima bahwa berbagai kejadian buruk telah melanda kita; kasus konfirmasi positif terus meningkat, pasien tanpa gejala terus ditemukan, korban meninggal dunia hari perhari terus bertambah, dampak ekonomi mulai terasa, pengangguran bertambah, dan lain sebagainya.
Penerimaan bahwa sesuatu yang buruk telah melanda kita, akan menumbuhkan kesadaran dan keinginan kuat untuk bisa menghindar dan mengambil pelajaran dari mereka yang telah mengalami, kemudian berusaha melanjutkan hidup dan kehidupan dengan cara yang aman dan tetap sehat.
Penerimaan yang total disertai dengan keimanan dalam khazanah keislaman biasanya disebut dengan TAWAKAL.
Tawakal dalam Islam adalah tawakal yang berenergi positif, bukan berenergi negatif berujud perilaku aktif bukan pasif. Tawakal adalah tumpuan terpenting dari suatu ikhtiar atau sebuah perjuangan. Tidak disebut tawakal bila sedang lapar kemudian di depan kita disajikan berbagai makanan namun sayang kita tidak mengambil makanan tersebut untuk dimakan, tapi malah kita pasrah menyerahkan rasa laparnya kepada Allah dengan harapan Allah memberikan rasa kenyang.
Imam Sahal seorang sufi pernah berkata : “barangsiapa yang menentang ikhtiar berarti menentang sunnah. Barang siapa yang menentang tawakal berarti mencela iman”.
Sampai disini bisa dikatakan bahwa tawakal itu tidak meninggalkan ikhtiar, tawakal itu tidak menyerah terhadap keadaan, dan tawakal itu melanjutkan perjuangan. Selamat melanjutkan hidup aman, sehat dan tetap produktif… Semoga Allah menolong kita, amin.